Pemprov Lampung Perlu Menjelaskan Hutang DBH Milik Pemkab/Pemkot yang Belum Dibayar
Jakarta – Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Ir. H. Endro Suswantoro Yahman, M.Sc. meminta Pemprov Lampung menjelaskan posisi dan besarnya hutangnya dana bagi hasil (DBH) ke pemerintah kabupaten/kotayang belum dibayarkan, berapa yang sudah dibayarkan, dan pembayaran itu untuk
DBH tahun dan triwulan berapa.
Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PDI Perjuangan ini menilai, penjelasan
tersebut mutlak diperlukan menyusul simpang siurnya penjelasan pejabat Pemprov
Lampung, pernyataan Pemkot Bandar Lampung dan Kota Metro terkait DBH.
“Penjelasan resmi terkait ini perlu dilakukan, karena DBH adalah hak
Pemkot/Pemkab,” ungkap Endro S. Yahman.
“Beberapa waktu lalu di bulan Maret tahun 2024 media online muncul
pemberitaan bahwa Pemerintah Kota Bandar Lampung dan Kota Metro secara terbuka
meminta agar Pemprov Lampung segera membayarkan DBH tahun 2023 untuk menambal
APBD nya untuk belanja didaerahnya masing-masing,” ujarnya di Jakarta,
Selasa (12/3/2024).
Baca juga: Kematangan Demokrasi Cerminan Kondisi Masyarakatnya
“Di bulan Januari tahun 2024, Pemerintah Provinsi Lampung melalui
Sekdaprov menyatakan telah menyalurkan DBH sebesar Rp 1,2 Triliun (untuk 15
kabupaten/kota), namun untuk pembayaran DBH triwulan I, II, III tahun 2022
serta Triwulan I tahun 2023. Artinya Pemerintah Provinsi Lampung belum
menyalurkan DBH secara penuh tahun 2023 yang menjadi hak kabupaten/kota,”
tambahnya.
Endro yang juga dosen Universitas Trisakti Jakarta ini menjelaskan bahwa DBH
yang dimaksud di sini antara lain berasal dari pungutan pajak kendaraan, rokok
dan lainnya yang dipungut oleh pemerintah propinsi kemudian dengan “formula
tertentu” dibagi secara proporsional antara pemerintah propinsi (pemungut) dan
kabupaten/kota sebagai wilayah/obyek pungutan.
Tidak tertutup kemungkinan bisa jadi sebenarnya ada 15 pemerintah
kabupaten/kota di lingkungan Provinsi Lampung yang masih mempunyai piutang DBH
dengan pemerintah propinsi.
Baca juga: Lampung Go Green Harus Bisa Menjamin Petani Menjadi Pemain Utama Mata Rantai Produk Pertanian
Kondisi ini menjadi miris, ditengah pemerintah kabupaten/kota kesulitan
keuangan, APBD nya yang terbatas dan perekonomian yang belum Kembali normal
pasca Covid. Dampak turunannya adalah yang terjadi di pemkab Lampung Timur yang
beberapa bulan lalu terpaksa menghentikan ratusan ribu kepesertaan BPJS PBI
(BPJS yang iurannya dibayar pemerintah) milik Masyarakat miskin/tidak
mampu.Penghentian tersebut akibat ketidak mampuan APBD mengalokasikan anggaran.
“Saya memperoleh laporan dan informasi bahwa kejadian tersebut juga terjadi
di Pemkot/Kab lainnya, namun dengan kadar yang lebih rendah. Namun demikian,
apapun judulnya bahwa saat ini pemerintah kabupaten/kota menunggu pelunasan DBH
dari provinsi,” jelasnya.
Politisi PDI Perjuangan ini melanjutkan, kalau dirunut ke belakang, Mei 2023,
Badan Pemeriksa keuangan (BPK) memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)
terhadap neraca keuangan (APBD) Pemprov Lampung dengan penekanan terkait
catatan hutang DBH kabupaten/kota tahun 2022.
Baca juga: Anggota Komisi II DPR RI Apresiasi Kesiapan Kota Tangsel Terkait Pemilu 2024
“Pemprov Lampung perlu melakukan manajemen kas secara baik agar dapat
menyalurkan DBH kepada kabupaten/kota secara tepat waktu dan juga untuk
menghindari terjadinya defisit anggaran yang belum dibagikan kepada pemerintah
kabupaten/kota di lingkungan Provinsi Lampung,” ungkap pria yang akraba disapa mas Endro ini.
“Pemprov Lampung perlu memperbaiki manajemen keuangan, khususnya
terkait dengan dana bagi hasil (DBH). Seharusnya DBH milik kabupaten/kota di
neraca keuangannya dipisahkan dan dicatat sebagai “titipan kabupaten/kota”
bukannya pendapatan Pemprov,” imbuh mas Endro.
“Kalau masuk sebagai pendapatan ya akhirnya terpakai untuk kebutuhan
provinsi. Dan akhirnya yang menderita adalah pemerintah kabupaten/kota.
Pelunasan DBH ke kabupaten/kota menjadi sulit selain pemprov Lampung berhemat
belanja APBD nya. Apalagi bulan Nopember tahun 2024 akan diselenggarakan
pilkada serentak dan Pemprov juga harus menyisihkan anggarannya untuk pelaksanaan
pilkada,” lanjutnya.
“Selain itu juga beberapa bulan kedepan Gubernur lampung akan habis masa
jabatannya dan diganti oleh Penjabat (PJ) Gubernur sampai terpilih gubernur
definitif. Gubernur yang akan datanglah yang akhirnya akan menerima beban
hutang masa lalu,” imbuh mas Endro.
“Agar hal ini tidak terulang dan agar terjadi keadilan fiskal antara
pemerintah kabupaten/kota dengan propinsi, sebaiknya Mendagri melakukan
pengawasan kepada pemerintahan provinsi Lampung. Karena pemerintahan provinsi
merupakan perpanjangan pemerintah pusat,” pungkas Endro.
Artikel berita ini telah dipublikasikan pada Selasa (12/3/2024) melalui lampungway.com dan gesturi.id.